Karena Jiwa Punya Hajat

Serial Cinta
Karena Jiwa Punya Hajat
Oleh Anis Matta

Keagungan. Keluhuran. Ketinggian. Hanya itu yang ada pada cinta misi. Romantikanya juga ada. Tapi tetap dalam bingkai itu. Kita sebut itu romantika perjuangan. Seperti kita memandang indahnya pelangi yang menggores langit. Mengagumkan. Mempesona. Tapi ada jarak. Itu keindahan yang dilukis oleh nilai: kekuatan yang memvisualisasi sisi malaikat dari dalam diri kita ke kanvas kenyataan, lalu melegenda dalam riwayat sejarah.

Tapi manusia tercipta dari tanah. Dan tanah punya tabiatnya sendiri. Juga punya rasa, punya mau, punya hajatnya sendiri. Juga punya permintaannya sendiri dari asal usul ini kehidupan manusia tersublimasi menjadi riwayat yang rumit dan kompleks. Begitu juga cinta jiwa yang lahir dari sini. Kalau dalam cinta misi perasaan bergerak mengikuti pikiran dan nilai, dalam cinta jiwa perasaan bergerak memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan akan kegenapan. Kebutuhan akan kesatuan.

Sendiri. Sepi. Itu musuh jiwa manusia. Sebab alam ini termasuk kita-tercipta berpasangan. Begitu juga kita: kita semua punya pasangan hidup dalam perkawinan dan pasangan social dalam bermasyarakat. Perjalanan menemukan pasangan jiwa adalah kebutuhan eksistensial. Sampai kita menembus ruang dan waktu yang panjang: “sebab keterpisahan ini,” kata Rumi, “hanya tipu daya waktu.”

Sebab ia lahir dari kebutuhan akan kegenapan dan kesatuan, maka cinta jiwa mensyaratkan adanya penerimaan. Tidak ada pertemuan tanpa penerimaan. Syarat ini tidak selalu ada dalam cinta misi. Tapi syarat ini pula yang membuat cinta jiwa menjadi rumit. Sebab asas penerimaan jiwa ini juga beragam. Ada factor kesamaan. Ada factor kegenapan. Ada factor keseimbangan. Seperti dua sungai besar yang bertemu dalam samudera yang sama lalu menciptakan gelombang cinta yang dahsyat. Itu yang lahir dari kesamaan.

Atau lidah api yang menyala-nyala namun dipadamkan oleh air yang sejuk. Cinta yang ini lahir dari kebutuhan akan keseimbangan. Atau seperti air yang bening yang mengaliri lahan tanah yang subur lalu melahirkan taman kehidupan yang indah. Ini kegenapan jiwa yang melahirkan cinta.

Kerumitan terletak pada pencarian “meeting point” dari dua jiwa. Itu pada kesamaan atau kegenapan atau keseimbangan antara dua karakter. Hampir tidak ada pertemuan jiwa di luar ketiga meeting point itu. Bayangkanlah jika yang terjadi sebaliknya. Api bertemu angin akan menciptakan kebakaran yang ganas. Air bertemu angin yang melahirkan gelombang tsunami.

Baik dalam perkawinan atau perkawanan kita menemukan kerumitan itu. Itu masalah kecocokan. Sebab harus ada dua tangan untuk bisa bertepuk. Dua jiwa hanya mungkin bisa bertemu dan menyatu jika hajat mereka sama. Hikmah itulah yang disampaikan Rasullullah saw, “Jiwa-jiwa itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.”

Leave a comment